Pendidikan Perempuan Indonesia pada Masa Kolonial

/

Sejarah Perempuan

Baheunk

25 March 2025

Pendidikan perempuan Indonesia pada masa penjajahan Belanda merupakan salah satu isu yang sangat krusial dalam sejarah pergerakan nasional. Pada saat itu, perempuan tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan seperti laki-laki. Akses pendidikan yang terbatas ini, ditambah dengan norma sosial yang mengekang, membuat perempuan sering kali dipandang sebagai kelompok yang kurang penting untuk menerima pendidikan. Namun, beberapa tokoh perempuan seperti Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika berhasil mengubah paradigma tersebut dan memperjuangkan pendidikan untuk perempuan. Artikel ini akan menggali perjuangan kedua tokoh tersebut dalam membuka jalan bagi pendidikan perempuan Indonesia, serta dampak jangka panjangnya bagi kemajuan perempuan di Indonesia.

Raden Ajeng Kartini: Pelopor Pendidikan Perempuan

Raden Ajeng Kartini (1879–1904) merupakan salah satu tokoh perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Sebagai seorang wanita Jawa dari keluarga bangsawan, Kartini mendapatkan pendidikan yang cukup baik untuk ukuran zamannya. Namun, ia menyadari bahwa banyak perempuan di sekitarnya, terutama dari kalangan rakyat biasa, tidak memiliki akses yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kartini sangat peduli dengan nasib perempuan di Indonesia yang terbelenggu oleh tradisi dan adat istiadat yang membatasi kebebasan mereka. Melalui surat-suratnya yang terkenal, yang dikumpulkan dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, Kartini menyuarakan gagasan-gagasannya mengenai pentingnya pendidikan untuk perempuan. Ia menulis tentang ketidakadilan yang dialami oleh perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bersekolah dan hanya dipersiapkan untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga. Kartini ingin perempuan dapat meraih kebebasan dan kesempatan yang lebih besar melalui pendidikan. Ia memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik dan membebaskan mereka dari belenggu ketidakberdayaan. Kartini tidak hanya berjuang dengan kata-kata, tetapi ia juga mengambil langkah nyata untuk memajukan pendidikan perempuan. Salah satu warisan besar yang ditinggalkan oleh Kartini adalah pemikiran dan gagasan yang menginspirasi generasi perempuan selanjutnya untuk berjuang untuk pendidikan. Walaupun Kartini meninggal pada usia muda, pemikirannya tentang emansipasi perempuan dan pendidikan tetap menginspirasi banyak orang hingga saat ini.

Dewi Sartika: Pendidikan Perempuan di Jawa Barat

Sementara Kartini berjuang melalui tulisan dan pemikiran, Dewi Sartika (1884–1947) bertindak lebih langsung untuk memajukan pendidikan perempuan di Indonesia. Dewi Sartika adalah tokoh penting yang mendirikan Sekolah Kartini pada tahun 1904 di Bandung, Jawa Barat. Sekolah ini bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi perempuan, yang pada waktu itu sangat terbatas, terutama di daerah Jawa. Dengan mendirikan Sekolah Kartini, Dewi Sartika membuka peluang bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan dasar yang lebih baik. Dewi Sartika terinspirasi oleh ide-ide Kartini dan merasa bahwa pendidikan adalah salah satu cara untuk memperbaiki nasib perempuan Indonesia. Di Sekolah Kartini, Dewi Sartika tidak hanya mengajarkan keterampilan praktis seperti kerajinan tangan dan menjahit, tetapi juga memberikan pengetahuan umum yang dapat membantu perempuan untuk berkontribusi dalam masyarakat. Sekolah ini juga menjadi tempat di mana perempuan dapat belajar untuk mengembangkan diri dan menjadi lebih mandiri. Sekolah Kartini yang didirikan oleh Dewi Sartika menjadi tonggak penting dalam perjuangan pendidikan perempuan di Indonesia. Meskipun pada awalnya sekolah ini hanya terbuka untuk kalangan bangsawan atau keluarga kaya, lama-kelamaan pendidikan perempuan di Sekolah Kartini semakin tersebar dan dapat diakses oleh lebih banyak perempuan dari berbagai lapisan masyarakat.

Perjuangan Pendidikan Perempuan pada Masa Kolonial

Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan perempuan tidak hanya terbatas oleh norma sosial, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah kolonial yang tidak memberikan perhatian pada pendidikan untuk perempuan, terutama perempuan pribumi. Belanda lebih fokus pada pendidikan untuk anak-anak laki-laki dari kalangan bangsawan atau elit. Sementara itu, perempuan pribumi dianggap tidak membutuhkan pendidikan formal karena peran mereka yang dianggap terbatas pada kehidupan rumah tangga. Dalam kondisi yang serba terbatas ini, perjuangan tokoh-tokoh seperti Kartini dan Dewi Sartika sangat penting. Mereka berdua mematahkan anggapan bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan formal dan membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberdayakan mereka. Meski menghadapi banyak rintangan, perjuangan mereka membuktikan bahwa perempuan memiliki hak untuk mengakses pendidikan yang sama seperti laki-laki. Selain itu, perjuangan mereka juga mendorong lahirnya gerakan-gerakan lain yang memperjuangkan hak-hak perempuan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Sekolah Kartini yang didirikan oleh Dewi Sartika, misalnya, tidak hanya memberikan pendidikan akademis, tetapi juga memberikan kesadaran tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan bangsa.

Dampak Jangka Panjang Perjuangan Pendidikan Perempuan

Perjuangan Kartini dan Dewi Sartika dalam memperjuangkan pendidikan perempuan pada masa penjajahan memiliki dampak yang besar bagi perkembangan pendidikan perempuan di Indonesia. Meskipun perjuangan mereka tidak langsung mengubah sistem pendidikan secara keseluruhan pada masa itu, ide-ide mereka tetap hidup dan berpengaruh. Setelah Indonesia merdeka, pendidikan perempuan mulai berkembang lebih pesat. Perjuangan yang dimulai oleh Kartini dan Dewi Sartika menjadi landasan bagi gerakan-gerakan perempuan di Indonesia yang terus memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi perempuan. Perempuan mulai memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dan berperan lebih aktif dalam pembangunan negara. Pada saat ini, perempuan Indonesia telah mengakses pendidikan di berbagai level, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Banyak perempuan Indonesia kini menjadi tokoh penting di berbagai bidang, termasuk pendidikan, politik, dan ekonomi, berkat perjuangan perempuan-perempuan yang mendahului mereka, seperti Kartini dan Dewi Sartika.

Kesimpulan: Warisan Perjuangan Pendidikan Perempuan

Perjuangan Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika dalam memperjuangkan pendidikan perempuan Indonesia pada masa penjajahan Belanda memberikan dampak besar bagi kemajuan perempuan di Indonesia. Kartini membuka jalan dengan pemikiran dan gagasannya, sementara Dewi Sartika mewujudkannya dengan mendirikan Sekolah Kartini sebagai wadah pendidikan bagi perempuan di Jawa Barat. Warisan mereka masih hidup hingga kini, dan perjuangan mereka terus menginspirasi generasi perempuan Indonesia untuk terus memperjuangkan pendidikan, emansipasi, dan kesetaraan.

Mari berdiskusi